lebih lanjut tentang PSYCHEDELIC

Sabtu, 29 Juni 2013
Psychedelic musik (berasal dari kata Yunani Kuno: pikiran, jiwa, nafas, semangat) mencakup berbagai gaya musik populer dan genre yang terinspirasi oleh atau dipengaruhi oleh budaya psychedelic yang mencoba untuk meniru dan meningkatkan pikiran dalam pengaruh psychedelic drugs. Ini muncul selama pertengahan 1960-an di kalangan folk rock dan band blues rock di Amerika Serikat dan Inggris. Ini sering digunakan teknik rekaman baru dan efek dan menarik sumber non-western seperti ragas dan drone dari Indian music, lalu menyebar menjadi psychedelic folk, psychedelic rock, pop psychedelic dan psychedelic soul pada tahun 1960 sebelum menurun pada awal tahun 1970. Ini membantu menciptakan banyak genre musik baru termasuk rock progresif, musik kosmische, synth rock, rock jazz, heavy metal, glam rock, funk, elektro dan bubblegum pop. Itu dihidupkan kembali dalam bentuk neopsychedelia dari 1980-an dan kembali muncul dalam musik elektronik di genre termasuk acid house, musik trance dan new rave  
  karakteristikMusik Psychedelic sering berisi beberapa fitur seperti:
- Instrumentasi yang eksotik, dengan kesukaan tertentu menggunakan instrumen sitar dan tabla
- Struktur lagu yang lebih kompleks, kunci nada dan perubahan waktunya, modal melodies dan drones
- Berlirik surealis, aneh, esoterik atau sastra-terinspirasi karya satra
- Penekanan kuat pada solo instrumen atau jams tekhnik individual
- Pada gitar listrik, sering menggunakan feedback, wah wah dan fuzzboxes
- Permainan yang kuat oleh keyboard, terutama organ, harpsichord, atau Mellotron (awal rekaman-driven 'sampler'
- Efek studio yang sangat rumit, seperti backwards tapes, panning, phasing, long delay loops, dan extreme reverb
- Instrumen elektronik primitif seperti synthesizer dan Theremin ini
- Lalu bentuk elektronik psychedelia yang menggunakan komputer yang menghasilkan ketukan yang berulang-ulang
   
sejarah perkembangan 




LATAR BELAKANG:


Dari paruh kedua tahun 1950-an, penulis Beat Generation seperti William Burroughs, Jack Kerouac dan Allen Ginsberg menulis tentang obat-obatan (drugs), termasuk ganja dan Benzedrine, yang dapat mempopulerkan penggunaannya. Pada periode yang sama asam diethylamide lysergic, lebih dikenal sebagai LSD atau acid, yang pada saat ini adalah obat legal, mulai digunakan di AS dan Inggris sebagai pengobatan eksperimental dan diiklankan di media sebagai obat untuk penyakit mental. Dalam awal 1960-an penggunaan LSD dan halusinogen lainnya yang dianjurkan oleh para pendukung baru ekspansi LSD dan halusinogen seperti Timothy Leary, Alan Watts, Aldous Huxley dan Arthur Koestler, yang pada akhirnya mereka sangat mempengaruhi pemikiran generasi muda yang baru.
Gaya hidup psychedelic sudah dikembangkan di California, khususnya di San Francisco, pada pertengahan 1960-an, dengan pabrik LSD besar pertama bawah tanah yang didirikan oleh Owsley Stanley. Dari tahun 1964 Merry Pranksters, sebuah kelompok yang dikenal karena berada di sekitaran penulis novel Ken Kesey, disponsori Acid Test, sering mengadakan acara dengan penggunaan LSD (disediakan oleh Stanley), disertai dengan pertunjukan cahaya, proyeksi film, musik sumbang sebagai improvisasi yang dikenal sebagai simfoni psychedelic. The pranksters membantu mempopulerkan penggunaan LSD, melalui perjalanan mereka di seluruh Amerika menggunakan bus sekolah yang dihiasi dekorasi psychedelically, mendistribusikan obat dan pertemuan dengan tokoh-tokoh utama pergerakan, dan melalui publikasi tentang kegiatan mereka seperti Tom Wolf's The Electric Kool-Aid Acid Test (1968).
San Francisco juga memiliki musik yang muncul dari klub rakyat, warung kopi dan stasiun radio independen, yang melayani bagi populasi mahasiswa di Berkeley dan pemikir bebas yang telah condong ke kota. Sudah ada budaya penggunaan narkoba kalangan musisi jazz dan blues, dan dalam penggunaan awal 1960-an obat-obatan, termasuk ganja, mescaline, peyote, dan LSD mulai tumbuh di kalangan musisi folk dan rock. Segera musisi mulai merujuk (pada awalnya tidak langsung, dan kemudian secara eksplisit ) terhadap obat tersebut dan berusaha untuk menciptakan atau mencerminkan pengalaman penggunaan LSD dalam musik mereka, sama seperti tercermin dalam seni psychedelic, sastra psychedelic dan film
  PSYCHEDELIC FOLK:


Penggunaan musik pertama dari istilah psychedelic diduga oleh band New York yang berbasis musik folk "The Holy Modal Rounders" pada versi mereka Lead Belly's 'Hesitation Blues' pada tahun 1964. Musik Psychedelic menyebar dengan cepat di scene folk timur dan pantai barat pada pertengahan 1960-an. San Francisco menghasilkan band-band seperti Kaleidoscope, It's a Beautiful Day, Peanut Butter Conspiracy and H. P. Lovecraft. Dari New York kota Greenwich Village datang kelompok-kelompok seperti Jake and the Family Jewels and Cat Mother & the All Night Newsboys dan dari Florida adalah Pearls Before Swine. Banyak dari kelompok-kelompok psychedelic folk mengikuti "Byrds" band folk rock tahun 1965, dan sebagai akibatnya, lebih banyak diingat, termasuk Grateful Dead, Jefferson Airplane, Captain Beefheart, Country Joe and the Fish, The Great Society dan Quicksilver Messenger Service.
Dari pertengahan enam puluhan, sebagian sebagai akibat dari British Invasion, kecenderungan ini berjalan secara paralel di negara Amerika dan Inggris sebagai bagian dari rakyat yang saling terkait, folk rock dan scene rock. Blues, drugs, jazz dan pengaruh Timur telah menampilkan diri sejak tahun 1964 dalam karya Davy Graham dan Bert Jansch seniman Folk yang sangat signifikan. Termasuk Skotlandia pertunjukan dari Donovan, yang menggabungkan pengaruh dari seniman Amerika seperti Bob Dylan dengan referensi pada Flower Power, dan Incredible String Band, yang dari tahun 1967 memasukkan berbagai pengaruh ke dalam musik berbasis akustik, termasuk instrumen abad pertengahan dan timur


  PSYCHEDELIC ROCK:

The Beatles memperkenalkan banyak unsur-unsur utama dari suara psychedelic untuk penonton mainstream di pertengahan 1960-an, dengan "I Feel Fine" (1964) dengan menggunakan feedback gitar, pada akhir tahun 1965 album Rubber Soul memulai penggunaan sitar pada "Norwegian Wood", mereka mengerjakan "backmasking" pada 1966, single B-side "Rain" dan lagu lain yang muncul di album Revolver mereka akhir tahun itu. Namun, penggunaan pertama dari psychedelic rock istilah umumnya dikaitkan dengan Austin, Elevator 13th Floor dari Texas, yang pada awal tour akan menginspirasi scene di San Francisco. The Byrds cepat berkembang dengan murni folk rock pada tahun 1966 dengan single mereka "Eight Miles High", secara luas dianggap sebagai acuan untuk penggunaan narkoba.
Di Inggris bisa dibilang band paling berpengaruh dalam genre adalah The Yardbirds, dengan Jeff Beck sebagai gitaris mereka, semakin berpindah ke wilayah psychedelic, dengan tempo yang semakin cepat menambahkan improvisasi "rave up", Gregorian chant dan pengaruh musik dunia untuk lagu termasuk "Still I'm Sad" (1965) dan "Over Under Sideways Down" (1966). "Happenings Ten Years Time Ago" mereka adalah salah satu single rock pertama psychedelic. Dari 1966, scene underground di Inggris yang berbasis di London Utara, didukung pemain baru termasuk Pink Floyd, Traffic dan Soft Machine. Pada tahun yang sama melihat debut band blues rock Cream dan The Jimi Hendrix Experience, yang memperpanjang efek gitar yang bernuansa heavy menjadi fitur kunci dari psychedelia.
Psychedelic rock mencapai puncaknya pada tahun-tahun terakhir dekade. 1.967 melihat Beatles merilis pernyataan definitif psychedelic mereka di Sgt. Pepper`s Lonely Hearts Club Band, termasuk track kontroversial "Lucy in the Sky Whit Diamonds" dan Rolling Stones pada akhir tahun itu dengan 'Their Satanic Majesties Request'. Pink Floyd menghasilkan karya terbaik psychedelic mereka, The Piper at the Gates of Dawn. Di Amerika, The Summer of Love itu didahului oleh Human Be-In dan mencapai puncaknya di Monterey Pop Festival, yang terakhir membantu membuat bintang besar Amerika Jimi Hendrix dan The Who, dengan single "I Can See for Miles" menggali ke wilayah psychedelic. Termasuk Jefferson Airplane's Surrealistic Pillow and The Doors' Strange Days. Kecenderungan ini mencapai klimaks pada Woodstock festival (1969), dengan pertunjukan oleh sebagian besar artis psychedelic, termasuk Jimi Hendrix, Janis Joplin dan Santana.
 

Sejarah Musik Rock Psychedelic


Psychedelic rock atau rock psychedelic adalah salah satu aliran di dalam musik rock yang mulai berkembang sekitar pertengahan tahun 1960-an dan mencapai puncaknya pada sekitar akhir tahun 1960-an. Setelahnya, perkembangan musik ini sendiri mulai menurun.

Pada sekitar akhir tahun 1970-an, musik psychedelic rock telah berkembang sedemikian rupa.  Pada masa tersebut musik psychedelic rock memiliki banyak varian di dalam musiknya yang dikenal dengan nama neo-psychedelia. Beberapa band atau musisi terkenal yang banyak menghasilkan karya musik pychedelia di antaranya The Beatles, The Rolling Stones, Jimi Hendrix, The Doors, Pink Floyd, dan Janis Joplin.

Psychedelia rock pertama kali muncul dan berkembang di Inggris pada sekitar tahun 1960-an dari kultur hippies. Pada masa itu banyak musisi rock dan folk mencoba bereksperimen dengan menggunakan obat-obatan terlarang untuk mencari inspirasi dalam kegiatan bermusiknya.

Dalam kalangan musisi psychedelia, jenis narkoba yang paling umum dan populer digunakan adalah narkoba jenis LSD yang membuat pemakainya mengalami halusinasi-halusinasi. Anggota-angota The Beatles mulai mencoba menggunakan LSD sebagai bahan eksperimen dalam musiknya pada sekitar tahun 1965, dan ada beberapa lagunya yang bernuansa psychedelia, seperti Norwegian Wood dan Sgt. Pepper's Lonely Hearts Club Band. 

Perkembangan psychedelic rock di Amerika tidak sepesat perkembangan musik psychedelia di Inggris, sehingga pengaruh musik psychedelic rock yang berasal dari musisi-musisi Amerika banyak yang kurang dikenal. Selain itu, pada perkembangannya di Amerika, penggunaan obat-obatan terlarang lebih merupakan bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah Amerika atas kebijakannya mengikuti perang di Vietnam, yang dilakukan oleh para pemuda Amerika yang dikenal dengan istilah flower generations. Mungkin salah satu band yang mengusung musik psychedelic rock yang berasal dari Amerika dan banyak dikenal serta sukses secara komersial hanyalah The Doors.

Musik psychedelic rock ini mulai mengalami penurunan pada akhir dekade 60-an, di mana pada tahun 1966 dibuat suatu peraturan di mana penggunaan LSD adalah ilegal di Amerika maupun Inggris  Kasus pembunuhan terhadap Sharon Tate serta Leno dan Rosemary LaBianca yang dilakukan oleh Charles Manson, yang disebut-sebut terinspirasi oleh lagu The Beatles seperti Helter Skelter, dianggap merupakan serangan terhadap kaum anti-hippie. Pada akhir tahun tersebut, di Altamont Free Concert, terjadi penusukan terhadap remaja kulit hitam Meredith Hunter oleh pihak keamanan Hells Angels.

Penurunan musik psychedelic rock ini juga diperparah dengan musisi-musisi yang menjadi leading figures musik ini yang menjadi korban obat-obatan terlarang. Sebut saja Brian Wilson dari The Beach Boys, Brian Jones dari Rolling Stones, Peter Green dari Fleetwood Marc, dan Syd Barrett dari Pink Floyd. Pada tahun 1970-an, penurunan musik psychedelia rock ini berlanjut dengan bubarnya The Beatles secara tidak resmi, kematian Jimi Hendrix pada bulan September 1970, meninggalnya Janis Joplin karena overdosis heroin pada bulan Oktober 1970, dan juga Jim Morrison dari The Doors pada bulan Juli 1971 di Paris. (*)

Daftar Band Psychedelic Terbaik









  Banyak orang berpikir musik psychedelic sebagai genre. Mereka menganggapnya sebagai suatu jenis musik dari era tertentu. Saya tidak setuju dengan penilaian ini. Saya mengambil pandangan yang lebih luas dari musik psychedelic. Saya percaya itu akan ada musik yang bisa, untuk membuatnya lebih sederhana, dan  yang akan bisa membuat perjalanan anda keluar dari alam sadar. Banyak orang keliru berpikir jenis musik ini tidak lagi dibuat. Mereka berpikir bahwa musik psychedelic adalah sesuatu dari tahun 1960 dan saya dapat memahami mengapa orang memiliki persepsi yang salah ini karena kurangnya variasi dalam musik yang dimainkan di radio mainstream dan televisi.

Sepuluh Psychedelic Band Besar Abad 21.
banyak musik psychedelic besar. berikut adalah daftar 10 besar band psychedelic terbaik untuk saat ini :

AIR

Air adalah duo pop Perancis elektronik yang membuat musik nikmat aneh dan biasanya cukup menarik. Selain album yang sangat baik mereka, live show mereka juga benar-benar sangat baik. Saya melihat mereka tampil di Hammerstein Ballroom di New York City
dan mereka membawa listrik lebih banyak dan karisma ke tampilan dari yang Anda akan berpikir untuk sebuah band yang mengandalkan begitu banyak pada elektronik. Terutama pikiran bertiup adalah kinerja mereka dari "La Femme D'Argent" lagu pertama dari album mereka yang paling populer to date Moon Safari. Mereka membentang lagu dari waktu 7:08 yang berjalan di album untuk menutup sampai 15 menit dan tampaknya untuk membangun dan membangun; entah bagaimana akan jauh melewati apa yang saya pikir puncak dari lagu tersebut. AIR berhasil membuat musik pop yang menarik dengan menggunakan berbagai instrumentasi sering menggabungkan gitar akustik dengan dunia lain synthesizer elektronik dan suara. Mereka menciptakan bernyanyi bersama lagu-lagu seperti perempuan dinyanyikan "You Make It Easy" dan single catchy "Sexy Boy" bersama dengan nomor seram lebih seperti "Radian" yang menciptakan suasana hati yang aneh sebagian besar melalui atmospherics dan instrumental halus seperti "Mike Mills" dengan inspirasi klasik. Air membuat canggih, musik cerdas yang juga berhasil menjadi menyenangkan. Saya mengklasifikasikan mereka sebagai psikedelik menggunakan aturan sederhana saya. Dengarkan musik mereka (terutama 10.000 Hz) pada headphone Anda dengan mata tertutup dan saya pikir Anda akan mengerti apa yang saya bicarakan.


AKRON/FAMILY

Akron/Family adalah Brooklyn NY berbasis pita yang merilis debut self-titled album pada tahun 2005. Bahwa album debutnya adalah alasan untuk kegilaan saya dengan band ini, tetapi saya pernah membaca bahwa mereka juga memakai sebuah live show yang luar biasa yang sangat berbeda dari album itu. Album berjudul diri adalah sebagian besar tenang musik akustik tetapi dengan banyak suara yang tidak biasa dan struktur lagu yang aneh untuk tetap sangat menarik. "I'll be on the Water" adalah pengantar saya untuk band ini dan saya masih berpikir itu adalah pengenalan terbaik untuk Akron/Family . Ini adalah lagu yang tampaknya sangat sederhana cantik yang berputar di sekitar pikiran ketika mendengarkan di headphone. Ada suara atmosfer halus namun sangat efektif yang mengambil lagu dari hanya menjadi lagu yang sangat cukup untuk menjadi sebuah pengalaman. Dan itu salah satu poin utama saya sedang mencoba untuk menyeberang. Musik psychedelic tidak musik hanya mendengarkan, melainkan musik yang akan dialami. Itu adalah musik untuk memimpin pendengar perjalanan. Akron/Family musik tidak hanya itu. Mungkin lagu yang paling kuat di album pertama adalah which starts off very quietly and simply but grows to a swirling wall of sound that leaves the listener in a hypnotic daze by the end.


CIRCULATORY SYSTEM

Circulatory System merupakan cabang dari band rock psychedelic tahun 1990 yang luar biasa, yaitu The Olivia Tremor Control yang jika Anda belum pernah mendengar namun Anda harus mendapatkan dua album mereka segera. Mereka adalah yang baik. The Olivia Tremor Control tidak membuat musik lagi tapi banyak dari anggota mereka adalah bagian dari  Circulatory System sekarang. Circulatory System album diisi dengan 22 lagu yang memiliki tikungan tak terduga dan ternyata dalam perjalanan mereka ke choruses seringkali cukup menarik.


THE FLAMING LIPS

The Flaming Lips telah mendapatkan banyak publisitas dan penjualan selama beberapa tahun terakhir untuk sebuah band seaneh mereka. Menunjukkan hidup mereka yang legendaris. Jika Anda belum berkunjung ke salah satu saya sarankan Anda dan pastikan Anda mendapatkan satu secepat mungkin. The Lips telah merilis album klasik setelah album klasik sejak tahun 1990's In a Priest Driven Ambulance. From the experimental Zaireeka (yang mencakup empat CD yang semua bermain secara bersamaan pada empat CD player yang berbeda.) classic The Soft Bulletin and the very popular Yoshimi Battles The Pink Robots the Flaming Lips telah bereksperimen dengan musik mereka dengan setiap album yang sama sekali berbeda dan pengalaman baru. The Flaming Lips membuat menarik, sangat menarik, lagu yang penuh dengan lapisan megah tak terduga suara. Bibir mungkin definisi dari band modern rock psikedelik. Mereka tak kenal kompromi dalam eksplorasi mereka dari suara yang berbeda dan gaya lagu. Banyak dari mereka yang lebih tua penggemar "purist" membenci album Yoshimi karena inklusi itu suara elektronik begitu banyak dan drum tapi Flaming Lips sepertinya tidak pernah takut mengecewakan penggemar mereka hanya mengecewakan diri mereka sendiri. Pengaruh mereka termasuk legenda seperti The Beatles, The Beach Boys, Pink Floyd, dan The Who tapi mereka menanamkan musik mereka dengan orisinalitas begitu banyak sehingga jarang terdengar seperti sesuatu yang saya telah dengar sebelumnya.


PRIMAL SCREAM

Primal Scream adalah band lain tanpa kompromi yang telah membuat tiga dari album psychedelic besar sepanjang masa menurut saya dengan 1991's Screamadelica, 1997's Vanishing Point, dan 2000's Xtrmtr. Masing-masing album benar-benar berbeda dari yang lain. Screamadelica menjadi sangat santai spasi keluar album, mungkin perjalanan paling menyenangkan dari ketiganya. Vanishing Point diisi dengan pengaruh dub dan merupakan album yang sangat menakutkan. Xtrmtr adalah, sangat intens cepat, album mencair wajah. Masing-masing album dibutuhkan pendengar dalam perjalanan psychedelic dari suasana hati yang sepenuhnya berbeda dan saya sangat merekomendasikan ketiga.


RADIOHEAD

Radiohead jarang dikategorikan sebagai band psychedelic tapi saya pikir itu disayangkan karena musik mereka dalam beberapa hal yang paling psychedelic band lain di daftar ini. Seperti The Beatles, Radiohead tampaknya memiliki semacam sihir dimana setiap detail kecil dalam lagu mereka memiliki arti yang luar biasa. Dengan demikian mereka dapat lebih halus psikedelik dari banyak band lain pada daftar ini dan masih mengambil pendengar pada beberapa perjalanan menakjubkan. Untuk penggemar musik psychedelic yang paling saya sangat merekomendasikan 2000's Kid A but really all of their work post Pablo Honey has a tripped out tint to it. 1997's legendary OK Computer Dan 2001's Amnesiac itu juga dianjurkan.


SCUMBO

Scumbo adalah Brooklyn NY berbasis pita yang sudah mulai mendapatkan banyak perhatian untuk menunjukkan mereka yang unik hidup. Dalam lautan band indie suara membosankan sama yang membanjiri New York. Scumbo adalah sesuatu yang berbeda. Menjadi New Yorker, acara Halloween mereka di Brooklyn mereka penagihan sebagai "Scumbo's Dead Mex Halloween Fiesta." paling sangat merekomendasikan opium dan halus psychedelic ""Mercury Son"


SIGUR ROS

Album Sigur Ros 'adalah seperti memasuki dunia yang sama sekali berbeda. Band Islandia menyanyikan lirik mereka dalam bahasa yang terdiri mereka sebut Hopelandic. Lagu-lagu mereka adalah epos terbakar lambat, selalu meraih sebuah puncak yang lebih tinggi atau lebih rendah rendah. Saya menemukan musik mereka akan sangat menguras emosi jadi saya tidak mendengarkan mereka yang sering tapi saya merasa mereka pasti layak mendengarkan. Mereka juga memakai live show besar.


SPIRITUALIZED

Album Ladies and Gentlemen we are Floating in Space is stunningly great. Semua orang yang mencintai musik psikedelik harus memilikinya. Ini adalah pengalaman epik album dan harus dinikmati dalam satu duduk. Sehebat OK Computer kadang-kadang saya pikir ini sebenarnya adalah album terbaik 1997. Spiritualisasi dibentuk oleh Jason Spaceman yang sebelumnya di band Spacemen 3 yang juga layak lihat. Tahap Murni spiritualisasi sebelumnya album 1992 dan tahun 1995 Lazer Dipandu Melodi adalah album yang bagus dan jika Anda adalah tipe yang menikmati perjalanan yang lebih hipnosis ini dapat menjadi pilihan untuk Anda.


WEEN

Ween adalah salah satu band yang paling disalahpahami di dunia. Mereka bukan band lelucon. Mereka adalah musisi yang sangat berbakat dan penulis lagu bahkan lebih baik. Album mereka seperti The Mollusk and White Pepper mengambil pendengar pada perjalanan melalui dunia magis cermin funhouse dan karakter aneh. Semuanya aneh dan berbeda di dunia Ween. Saya jarang menemukan lagu lucu mereka, dan yang saya menemukan lucu paling tidak favorit saya karena saya tidak peduli banyak untuk "joke songs." Saya menemukan musik mereka tidak lucu tetapi mengganggu dan gila, betapa aku menyukainya. Jika Anda telah keliru ditempatkan Ween dalam kategori jenjang pita lelucon saya benar-benar harus mengatakan mereka memiliki lebih banyak kesamaan dengan The Beatles dari dengan Al Yankovic. Lagu-lagu mereka sangat baik tertulis dan sangat menarik dan penggunaan studio untuk menciptakan lanskap sonik ini hanya dapat disaingi oleh beberapa band besar pada daftar ini.

tentang post grunge dan definisinya

Post-grunge (post- = pasca-; sesudah) adalah sebuah genre musik yang muncul tidak lama setelah genre grunge menguasai pasar musik global. Merupakan sebuah turunan dari grunge, memiliki karakter khas grunge tapi dengan beberapa perbedaan yang mencolok diantaranya tema-tema lirik yang lebih cerah ketimbang grunge yang cenderung kelam, dan pemilihan warna suara-suara distorsi yang jauh lebih mudah dicerna untuk selera radio dan industri. Membuat band-band post-grunge seperti Foo Fighters, Creed, dan Nickelback diantaranya menikmati sukses besar secara komersil.

mari kita bahas sejarahnya,

1990-an awal hingga pertengahan 1990-an

Bermula pada awal tahun ‘90-an, rock alternatif yang sudah menggeliat dari tahun ‘80-an mulai mendapat tempat di hati pasar, membuat label-label besar tertarik dengan jenis musik ini. Selain britpop, grunge adalah salah satu genre dari rock alternatif yang populer kala itu. Dan grunge secara mengejutkan meledak cepat di pasaran global, menggeser takhta yang diduduki oleh hair-metal/glam-metal (lain dengan glam-rock) sebagai genre populer saat itu. Beberapa band punggawanya yaitu Nirvana, Alice in Chains, Pearl Jam, dan Soundgarden. Lantas memasuki pertengahan ‘90-an, meninggalnya Kurt Cobain serta beberapa permasalahan tur Pearl Jam menandai mulai turunnya tren grunge kala itu. Sedangkan label-label besar mendatangkan kontrak dengan band-band yang memiliki karakter hampir serupa dengan band-band grunge populer, sehingga bermunculanlah band-band yang berasal dari luar Seattle. Tercatat beberapa nama diantaranya Bush, Collective Soul, Candlebox, Live, Silverchair, dan tidak didominasi laki-laki saja, seorang seniman solois multi-platinum Alanis Morissette pun, berdiri tegak di dalam barisan yang baru ini.
 
Istilah post-grunge itu sendiri baru mulai kerap digunakan setelah meledaknya album perdana “Foo Fighters“ di pasaran. Digawangi oleh beberapa mantan anggota Nirvana, Foo Fighters menjadi titik tumpu pergerakan dan atas pertanyaan penting pada masa itu, “Adakah kehidupan setelah Nirvana?” dan telah terjawab mantap oleh mereka. Setelah itulah untuk pertama kalinya band-band di luar lingkaran Seattle seperti yang beberapa tadi disebutkan di atas mulai masuk ke dalam kategori post-grunge. Inilah angkatan pertama dari post-grunge.
Pemuncak catatan angkatan pertama ini adalah Frogstomp dari Silverchair, tercatat dalam sejarah sebagai multi-platinum hit, dan akhirnya membantu pengategorian post-grunge menjadi dua kelompok besar; yakni mereka yang muncul sebelum Frogstomp, dan mereka yang muncul setelahnya.

band grunge pertama : SOUNDGARDEN

Jumat, 07 Juni 2013

Soundgarden adalah kelompok musik rock Amerika yang dibentuk di Seattle, Washington pada tahun 1984 oleh penyanyi dan pemain gitar Chris Cornell, pemain gitar Kim Thayil, dan pemain bas Hiro Yamamoto. Matt Cameron menjadi pemain drum tetap Soundgarden pada tahun 1986, dan pemain bas Ben Shepherd menjadi pengganti tetap Hiro Yamamoto pada tahun 1990. Soundgarden adalah salah satu kelompok musik yang berpengaruh atas terciptanya apa yang dikatakan musik grunge, sebuah gaya musik rock alternatif yang berkembang di Seattle, dan salah satu dari beberapa kelompok musik grunge pertama yang dikontrak label rekaman Sub Pop. Soundgarden adalah kelompok musik grunge pertama yang dikontrak oleh label rekaman besar (A&M Records), pada tahun 1988, namun mereka tidak meraih sukses komersial hingga mereka mempopulerkan genre musik yang dikatakan grunge pada awal 1990-an, bersama kelompok musik Seattle yang lain pada saat itu seperti Nirvana, Alice in Chains, and Pearl Jam. Bersama ketiga kelompok musik tersebut, Soundgarden ditahbiskan sebagai salah satu dari empat Godfather of Grunge. Mereka sendiri menyangkal keterkaitan mereka dengan musik grunge. Soundgarden meraih sukses komersial terbesar mereka melalui album Superunknown pada tahun 1994, yang memuat lagu-lagu seperti seperti Black Hole Sun, Spoonman, dan Fell on Black Days. Pada tahun 1997, mereka pecah karena perselisihan internal akan arah kreatifitas mereka untuk berkarya. Setelah bertahun-tahun terpisah dan masing-masing bekerja untuk proyek-proyek musik yang berbeda (Cornell bersolo karir dan pernah memperkuat band Audioslave bersama (saat itu) para bekas anggota Rage Against The Machine, Cameron bergabung dengan Pearl Jam.), pada tahun 2010 mereka bergabung kembali dan album studio keenam mereka, King Animal dirilis pada tahun 2012. Musik Soundgarden diibaratkan sebagai kelahiran kembali Led Zeppelin dan Black Sabbath. source:wikipedia

Pemahaman Yang Dangkal Tentang Grunge

Kamis, 06 Juni 2013
Pemahaman Yang Dangkal Tentang Grunge Grunge adalah Nirvana! Itulah kesan pertama yang di dapat ketika kebanyakan orang mendengar kata Grunge, terlepas dari salah dan tidaknya pernyataan tersebut tak dapat dipungkiri bahwa masih banyak orang yang akhirnya "jatuh cinta" dan menempatkan dirinya sebagai Kaum Grunge/Kaum Kucel diawali dari pemahaman tersebut, tak salah memang kebanyakan orang menganggap Grunge adalah Nirvana hal ini didasarkan kepada kenyataan yang terjadi di sekitaran tahun '92an dimana Nirvana mencapai puncak popularitasnya dengan album "Nevermind", dengan mengusung aliran Grunge, dan sejak saat itulah aliran musik ini merambah ke berbagai penjuru dunia, meskipun sebenarnya Kurt Cobaian sendiri lebih suka dianggap sebagai musisi Punk daripada Musisi Grunge [baca Gaya Hidup Grunge] Namun bukan kesuksesan album tersebut semata aliran Grunge mewabah ke berbagai negara. Salah satu yang dirasa cukup berpengaruh dalam perkembangannya adalah kematian dari Kurt Cobain, dengan kematian yang kontroversial, secara otomatis akan banyak orang yang penasaran dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan Kurt Cobain/Nirvana. Hal inilah yang menjadi kemungkinan besar orang menganggap Grunge adalah Nirvana sekaligus sebagai salah satu "Senjata" dalam perkembangan aliran musik ini. Bermodal Statement Grunge adalah Nirvana sebagai salah satu senjata penyebaran aliran musik Grunge, perlahan pemahaman yang dangkal mengenai Grunge memudar dan berubah sehingga di dapat satu kesimpulan sementara bahwa Nirvana adalah Grunge! Karena ketika kita mengacu pada pernyataan Grunge adalah Nirvana maka yang tercipta adalah seolah-olah founder dari aliran ini adalah Nirvana, tapi kenyataannya adalah di era-era sebelumnya Grunge sudah terlahir dengan nama Seattle Sound (mohon dikoreksi bila salah). akan lebih tepat jika Nirvana dianggap sebagai modal awal perkembangan Grunge (mungkin saja). Sedangkan Orang yang disebut-sebut sebagai yang menciptakan istilah ini dalam industri musik adalah Mark Arm Vokalis dari Green River (1984) yang kemudian menjadi vokalis Mudhoney [1], atau mungkin pada era '60an [baca Sejarah Grunge] Seperti halnya aliran musik lain, aliran musik ini banyak mengalami pasang surut, namun satu hal yang pasti bahwa generasi Grunge masih ada sampai saat ini, dengan keadaan "mati suri" yang menunggu waktu yang tepat untuk terbangun. Dengan penggemar yang fanatik walaupun tergolong sebagai minoritas, aliran musik ini dirasa akan bertahan sangat lama karena dirasa cukup mewakili ideologi kebanyakan orang, dengan gaya yang sederhana dan tak pernah dibuat-buat. Ada beberapa hal yang unik dari aliran ini adalah band-band yang berada di jalur musik ini menolak dikatakan sebagai Musisi Grunge [baca Gaya Hidup Grunge], sedangkan yang menjadi ciri khas dari segi penampilan, para pengikut/penggemar aliran ini mempunyai penampilan yang khas mulai dari Kaos T-Shirt, Kemeja Flanel, Sepatu kotor, Rambut Panjang atau tak teratur, hal ini lebih dimungkinkan oleh gaya penampilan Kurt Cobain yang notabene merupakan salah satu trendsetter Grunge dalam berpenampilan. Selain itu, pengikut/penggemar dari aliran musik ini juga kebanyakan cenderung melawan arus, tidak terlalu peduli terhadap lingkungan sekitar bahkan dirinya sendiri, hidup apa adanya tidak memaksakan, apa yang dianggap nyaman bagi dirinya itu sudah cukup. Namun ketika ada seseorang yang berpenampilan memakai jeans robek, t-shirt, kemeja flanel dan accessories lainnya belum tentu dia adalah seorang anak Grunge, karena arti kata dari Grunge itu sendiri perlu proses pendalaman dan pemahaman sehingga tidak tercipta suatu pengertian Grunge yang dangkal. Jadi kesimpulannya adalah Grunge bukanlah Nirvana melainkan Nirvana adalah Grunge, kalaupun masih ada yang dengan lantangnya berbicara bahwa Grunge adalah Nirvana, mungkin orang tersebut masih terjebak dalam konsep Pemahaman Yang Dangkal Tentang Grunge. bocah-lusuh. blogspot. com

sekilas tentang silverchair

Silverchair adalah band Australia yang beralirkan post grunge terbentuk sekitar tahun 90an ini dulunya adalah band indie yang memenangkan sebuah acara di stasiun radio lokal di kotanya, lagu andalan yang membuat mereka menjadi terkenal sampai saat ini adalah “Tommorow”. Single ini sempat menjadi jawara puncak tangga lagu di Australia selama beberapa minggu. Band yang di gawangi oleh Daniel John (gita/vokal), Ben Gilles (drum/backing vokal/orkestra instrumen), dan Chris Joanou (bass) ini akhirnya mengeluarkan album mereka yang pertama “Frogstomp”, dengan lagu andalannya “Israel Son” dan tidak melupakan lagu yang telah membawa mereka ke dunia musik internasional “Tommorow” serta beberapa lagu hitnya yang lain. Di tahun 1997, mereka kembali mengeluarkan album yang ke dua, nama albumnya “Freak Show” hits single di album ini adalah “Freak”, lagu yang masih mengusung musik beralirkan post grunge ini sangat berpengaruh pada anak-anak muda di jamannya setelah ditinggalkan musisi idola anak remaja yaitu Nirvana. Silverchair kembali mengeluarkan album mereka yang ke tiga, album yang diberi judul “Neon Ballroom”, mulai album ini terlihat kematangan mereka dalam menciptakan lagu yang dulunya mereka remaja kini beranjak dewasa sebagai lagu andalannya yaitu “Emotion Sickness”, dan “Miss You Love”. Album ke tiga ini spertinya sang vokalis Daniel John mencoba mengusung musik dengan sentuhan orkestra, mungkin akibat dari penyakitnya yaitu anorexia sehingga Daniel John sedikit membawakan lagu yang lumayan kalem, namun tidak membuat sang vokalis patah semangat, dibeberapa lagu dalam album ini ada juga yang masih menyentuh aliran post grunge-nya seperti Satin Sheets, dan Spawn Again. Kembali melewati masa-masa kritis, Daniel John dkk tetap menciptakan hits-hits lagunya sebagai musisi, di tahun 2002 Silverchair kembali hadir di albumnya yang ke empat dengan judul album “Diorama”. Lagu hits-nya “The Greatest View” kemudian diikuti “Across The Night”, dan sebagai lagu pamungkas sepanjang masa di album ke empat adalah “After All These Years”. Di sela-sela kesibukannya, pentolan grup band Silverchair Daniel John yang dikabarkan berpacaran dengan salah satu penyanyi solo yang sama berasal dari satu negara juga yaitu Natalie Imbruglia. Natalie (panggilan akrab) penyanyi yang terkenenal lewat lagunya “Torn” telah melangsungkan pernikahanPernikahan mereka berlangsung 31 Desember 2003. Mendekati pertengahan tahun 2007 akhirnya Silverchair merilis album juga setelah tidur yang sangat lama hampir 5 tahunan Daniel John dkk mengeluarkan album yang berjudul “Young Modern” judul lagu andalan mereka “Straight Lines” seperti yang dikutip dari musikteinment dan juga majalah-majalah di album ini nnotabene Silverchair benar-benar pure (murni) musik mereka diiringi orkestra.

Grunge Is Dead: Tentang Skena Grunge Bandung

Mari kita sedikit menengok sebuah skena di kota Bandung dua dekade lalu. Pertengahan 1990-an adalah saat-saat ketika Bandung riuh rendah dengan hadirnya perhelatan musik underground/independent dalam bentuknya yang paling otentik. Saat di mana musik underground kala itu masih merupakan budaya serapan yang belum terlalu bercampur komodifikasi di sana-sini. Embrio itu telah lahir jauh sebelum hadirnya festival perusahaan rokok, menjadi ulasan media massa franchise, hingga kompetisi perusahaan telekomunikasi. Kala itu Bandung memang telah hingar bingar oleh musik punk, hardcore, death metal, grindcore, dan indie pop. Salah satu bukti paling sahih adalah sebuah venue legendaris bernama GOR Saparua yang hampir setiap minggu menjadi bukti lahirnya sub-kultur baru anak muda Bandung kala itu. Gigs-gigs semacam Punk Rock Party, Gorong-Gorong, Hullaballoo adalah beberapa nama gigs musik legendaris yang hadir di Saparu yang merupakan penanda dari sebuah semangat perayaan anti-konformitas dan anti-kemapanan. Bandung adalah lanskap yang paling penting untuk membicarakan semua itu. Saat dunia dihebohkan oleh kemunculan sebuah album yang menyentak dunia, Nevermind. Saat di mana sebuah budaya pinggiran, sub-kultur, menyeruak dan lantas menjadi budaya populer yang paling populer, atau yang disebut oleh jurnalis musik Gina Arnold sebagai sebuah “kemenangan” (“we won”). Setelah itu virus bernama Grunge pun menjadi ikon budaya paling penting di tahun 1990-an dan mengubah banyak orang – sampai sekarang. Di Bandung, virus grunge asal Seattle itu menjadi epidemi, menyebar dan menjangkiti sebuah skena yang embrionya bermuara di sebuah kawasan Jalan Purnawarman. Jalan itu kini dikenal karena hadirnya sebuah mall elektronik terbesar di Kota Kembang. Berhimpitan dan hiruk pikuk sebagai sebuah kawasan mall, toko buku, bimbingan belajar, dan tempat lembaga budaya Perancis. Namun, jauh sebelum semua yang saya sebutkan itu hadir, pada pertengahan tahun 1990-an skena Purnawarman (selanjutnya disebut skena Purna) adalah nama yang paling tepat ketika membicarakan grunge di Bandung. Terutama lewat kompilasi bersejarah Grunge Is Dead yang menjadi napak tilas penting pergerakan musik grunge di Kota Kembang. Cerita Scene Purnawarman Sebagai sebuah sub-kultur yang lantas menjadi budaya popular, grunge mewakili entitas yang mencerminkan sebuah sikap terhadap budaya itu sendiri. Sejak awal kemunculannya di Seattle (saya rekomendasikan Anda wajib menonton dokumenter Hype! dan 1991: Punk Year Broke) adalah masa-masa penantian ketika sub-kultur menjadi tidak sama lagi. Setidaknya itu jika kita melihat bahwa grunge adalah anak kesayangan budaya pop terbaru saat fashion jeans dan flannel kucel asli grunge masuk ulasan Vanity Fair dan dipamerkan dalam Fashion Show 7th Avenue di New York. Atau saat anak muda-anak muda di Seattle kala itu melakukan kontra-hegemoni ketika musik-musik glam rock dan Michael Jackson telah menguasai Amerika. Namun, anti-tren yang dikumandangkan grunge lantas menjadi tren itu sendiri. Oh, ironi… Dan diantara celah semua itu, ketika kata “alternatif” – yang ditulis oleh penulis Bre Redana sebagai Perjalanan Melawan Industri Besar- adalah sebuah kata yang tepat memasuki Indonesia pada periode 1990-an atau boleh dibilang sebagai sebuah semangat zaman ketika semua disiplin diembel-embelkan dengan kata “alternatif” mulai dari musik, sastra, fashion, hingga media. Demam grunge tak lain adalah pengaruh budaya massa yang sudah semakin massif memasuki Indonesia. Saya masih ingat ketika periode 1990-an adalah periode emas MTV saat video klip “Smells Like Teen Spirit” diputar sepanjang waktu dan sebuah proses brainwash yang berhasil membuat sosok anaesthetic Kurt Cobain menjadi sosok idola anak muda era itu. Masuknya industri rekaman internasional atau major label menjadi salah satu muara rekaman-rekaman grunge bisa didapatkan banyak orang lewat media kaset (nampaknya CD belum begitu populer). Jika pada periode 1960-1970-an, rekaman-rekaman asing hanya bisa dinikmati segelintir orang yang notabene di cap orang kaya, peralihan budaya massa terutama TV dan industri rekaman berpengaruh banyak menjadi penyebar grunge menjadi budaya massa itu sendiri. Untuk menyelidiki semua ini, saya bertemu dan mewawancarai dengan Ojel, personil band Superabundance dan pegiat musik grunge di Bandung. Semua ini bermula di pertengahan 1990-an ketika semangat anak muda berbaju putih abu diantaranya adalah anak-anak dari SMA PGRI Bandung, SMA 2 Bandung, hingga mahasiswa-mahasiswa Sastra Unpad yang menamakan diri “Budak Tangkal” – Nama tempat tongkrongan di Sastra Unpad, melebur dalam sebuah komunitas yang bertempat di rumah Feri, gitaris dan vokalis Waterbroke, salah seorang pendiri skena Purna ini. Disatukan oleh satu hasrat dan fanatisme terhadap musik yang sama: Grunge. Dari musik itulah mereka melepaskan diri dari nilai sosial yang oleh kebanyakan dianut, mencoba berbeda dengan keresahan anak muda yang lain. Dari semangat itu skena Purna terbentuk. Semua itu terjalin dari pelbagai komunitas berbeda yang kemudian bermuara di lokasi yang sama yang dibangun atas kecintaannya akan jenis musik yang relatif sama. Mereka menemukan sebuah pandangan atau mazhab baru. Pandangan pesimistis mereka terhadap realitas yang dijalani dan mencari sosok yang mewakili keresahan mereka pada dunia. Dan semua itu hanyalah tertuju pada rockers urakan dengan pandangan pesimistis, nihilis, dan hidup tak ubahlah sebuah ejekan bagi dirinya sendiri, adalah konotasi-konotasi yang tepat bagi mereka. Maka tak perlu mengernyitkan dahi ketika mereka memilih Nirvana, Sonic Youth, Pearl Jam, Foo Fighters serta seabreg band grunge/alternatif yang memang hype saat itu, sebagai refleksi mereka memandang hidup yang bahkan mereka sendiri masih terlalu dini untuk mengetahui kerasnya hidup. Band-band yang dibesarkan oleh skena Purna ini diantaranya Waterbroke, Been A Son, Nicfit, Slum, Torek, Cereal Fever, Jekpot, dan Piggish adalah beberapa diantaranya yang turut pula mengisi kompilasi legendaris Grunge Is Dead. Selain dikenal lewat musik grunge, skena Purna juga dikenal karena anak muda- anak muda yang nongkrong di kawasan ini dikenal sebagai pemadat narkoba yang taat. Mungkin inilah sikap nihilis dan pesimistis yang coba mereka anut. Keapatisan mereka terhadap dunia menggiring komunitas ini lekat dengan benda haram yang satu itu. Mereka menemukan relasi yang sama antara nihilis, pesimistis, asosial, dan apatisme diri mereka sendiri yang termanifestasikan lewat budaya slacker dan musik grunge. Karena menurut Ojel, sebagian anak muda yang nongkrong di Purna adalah korban-korban broken home dan juga mereka menyelami lirik-lirik nihilis dan depresif dari Nirvana. Ada satu relevansi nasib yang sama, kemuakan terhadap dunia, nilai-nilai mapan, tercerabut dari sistem sosial yang termanifestasi lewat lirik-lirik yang ditulis Kurt Cobain. Totalitas dalam menyelami musik dan lirik. Panasnya suhu politik pada pertengahan pada tahun 1998-1999 juga turut berpengaruh terhadap penyebaran narkoba. Ojel menuturkan bahwa ada kaitan ketika panasnya suhu politik dan penyebab kenapa distribusi narkoba kepada anak muda Purna begitu mudah. Saat situasi politik yang tidak menentu, konsentrasi aparat berwenang lebih fokus pada isu-isu politik yang sedang terjadi (demonstrasi, kerusuhan, kampanye, dll) sehingga demikian banyak bandar dan pemakai narkoba yang bisa bebas mengedarkan dan memakai barang-barang haram tersebut tanpa ada perhatian berlebih dari aparat polisi. Selain itu munculnya produk budaya pop seperti musik grunge dan britpop atau indies membuat drugs culture menjadi pengaruh yang paling kuat di benak anak muda Bandung. Bahkan film pun berpengaruh diantaranya film Trainspotting, sebuah film adaptasi dari novel Irvine Welsh tentang drugs culture di kalangan anak muda Inggris yang pasif, apatis, dan nihilis di pertengahan tahun 1990-an seperti sebuah tontonan wajib pada tahun 1990-an. Kegemaran terhadap narkoba jenis lexothan, cimeng, ganja, hingga putaw menjadi magnet tersendiri yang menyatukan komunitas Purna ini bahkan telah menjadi energi dan inspirasi tersendiri. Untuk urusan yang satu itu dapat ditemukan dalam “Thanks List” kompilasi Grunge Is Dead yang bertuliskan: “Mas lex luthor dan cimtrexnya (for your energy dan inspiration)”. Tentu saja, “lex luthor” yang dimaksud adalah lexothan dan “cimtrex” nama lain dari cimeng. Dan diantara hiruk pikuk kecanduan terhadap zat adiktif dan kehidupan nihilis komunitas Purna, salah satu terobosan penting yang menjadi benchmark dari skena Purna adalah terselenggaranya konser berjudul Grungy. Menurut Ojel, sejak Saparua digoncang band-band punk, hardcore, death metal, black metal, kemudian ska, komunitas grunge merasa dimarginalkan oleh panitia-panitia langganan Saparua. Dalam acara “Campur Aduk” memang beberapa band grunge asal Purna seperti Slum, Been A Son, dan Nicfit pernah menikmati gemuruh tampil di Saparua. Para penggelar event-event Saparua—dan juga bazaar-bazaar SMA—tetap memandang band-band grunge tersebut tak layak dipanggil “underground” karena terlanjur mengecap band-band grunge adalah mereka yang kompromi dengan pasar dan major label. Namun di antara semua itu, belum pernah ada gigs yang semua band yang tampil memainkan musik grunge. Ide itu menginspirasi skena Purna untuk membuat sebuah gigs yang benar-benar seluruh penampilnya memainkan musik grunge. Gigs Grungy berawal dari semangat anak-anak Purna untuk mengeksiskan diri mereka sendiri ke kalangan komunitas musik lain di Bandung. Polanya, sebagian band yang tampil di gigs ini adalah band-band dari komunitas Purna sisanya lagi adalah dari komunitas musik lainnya. Penentuannya mereka mengadakan audisi bagi band dari komunitas lain yang ingin turut tampil di acara Grungy. Dan ternyata banyak demo yang dikirim ke panitia, ada yang masih merekam lagu Nirvana dkk dan ada yang sudah percaya diri merekam lagu sendiri. Audisi dilakukan berdasarkan rekaman-rekaman tape tersebut. Hasilnya: puluhan band dinyatakan layak manggung. Alhasil, pada 5 Oktober 1997, Grungy menjadi konser bersejarah yang membuktikan bahwa musik grunge eksis dan menjadi pengaruh kuat di anak muda Bandung. GOR Saparua menjadi saksi band-band “grunge”, “alternatif”, “eksperimental” unjuk taring masing-masing. Band-band skena Purna yaitu Slum, Been A Son, Nic Fit, Junkhead, Plump adalah mereka yang ditunggu. Secara garis besar, hampir 90% band yang tampil membawakan lagu-lagu Nirvana. Ada segelintir sekali yang membawakan Pearl Jam, Alice in Chains, Mudhoney, dan Sonic Youth. Beberapa ada yang membawakan lagu mereka sendiri. Nicfit, misalnya, menjadi band yang mendapat sorotan lewat musik yang terpengaruh besar dari Sonic Youth (Nic Fit adalah salah judul lagu dari Sonic Youth). Ketika kuartet Otoy (bass dan vokal), Ogoy (gitar), Yuyun (gitar) dan Gocap (drum) memainkan lagu “Diamond Sea” milik Sonic Youth, penonton pun memberikan applaus yang sangat meriah. Namun, Otoy malah memarahi mereka yang di bawah panggung yang mengaguminya. Kata vokalis-basis ini, penonton tak usah bertepuk tangan karena, lanjutnya, tak mengerti makna lagu. Otomatis penonton terhenyak. Ada juga band yang sangat dikenal karena membawakan lagu-lagunya Nirvana. Nama band itu adalah Slum. Bahkan suara Fanny (vokal dan gitar) digadang-gadang teriakan, suara serak, dan lenguhannya mirip sekali dengan Kurt Cobain. Gigs ini menjadi pemujaan terhadap grunge dan terutama Nirvana. Acara Grungy menjadi wahana para pengagum Kurt Cobain, bukan pemuja Seattle Sounds atau grunge secara keseluruhan. Tak dipungkiri, ketika itu oleh khalayak Bandung, grunge adalah Nirvana! Sebagian besar penonton pun terdiri atas big die hard fans Nirvana. Kompilasi Grunge Is Dead Keberhasilan acara Grungy menginspirasi anak-anak skena Purna, terutama Otoy (Nicfit) untuk membuat sebuah album kompilasi. Konsepnya, album kompilasi ini berisikan band-band yang main di Grungy namun memberikan kesempatan kepada band lainnya untuk ikut serta lewat proses seleksi demo. Setelah dari sekian banyak demo yang diterima terpilihlah dua belas band yang bakal ikut serta dalam kompilasi ini. Band yang terpilih dalam kompilasi ini yaitu Jekpot, Piggish, Nicfit, Been A Son, The Siva, Cereal Fever, Torek, Zat Besi, Slum, Junk Head, Solar, Plump, dan WB. Sebagian besar memang band-band yang tampil di Grungy. Saya sangat beruntung mendapatkan kompilasi ini justru satu dekade setelah kompilasi ini dirilis. Kompilasi Grunge Is Dead dirilis di penghujung tahun 1997 (tahun ini pun masih bisa diperdebatkan mengingat keterbatasan ingatan Ojel dan buruknya dokumentasi rilisan album lokal di mana dalam sleeve album ini tidak mencantumkan tahun rilis!). Menariknya kompilasi ini saya pikir merupakan kompilasi grunge lokal pertama di Bandung (barangkali di Indonesia) yang menjadi bukti otentik dan representatif yang memperlihatkan sebuah skena musik grunge tumbuh, besar, berkembang dan berpengaruh. Begitu berpengaruhnya, album ini anggap saja seperti album kompilasi Deep Six (C/Z Records, 1986) yang merekam jejak awal scene grunge di Seattle lewat band-band seperti Soundgarden, The Melvins, Malfunkshun, The U-Men, Skin Yard, dan Green River. Cover album ini pun dibuat sederhana. Tidak ada foto-foto band didalamnya, tidak seperti album kompilasi lainnya yang selalu menampilkan foto-foto band pengisi kompilasi. Dalam album ini hanya bertuliskan “Grunge Is Dead: Realize-Realive The Compilation” dengan warna hitam. Dirilis dalam format kaset dan diproduksi hanya sekitar 200 kopi saja. Album kompilasi ini merupakan menjadi album kompilasi yang langka dan legendaris. Kasetnya sendiri dijual dengan harga sekitar Rp 6.000. Sayangnya, karena rekaman asli dalam bentuk pita atau DAT album ini hilang jejaknya bahkan sang produser sendiri, Otoy dan Bejo, tak memiliki master album ini sehingga album ini tidak bisa lagi diproduksi ulang. Itu yang membuat semakin langkanya mendapatkan album ini, dan contoh ini pula yang membuktikan rendahnya dokumentasi soal skena musik underground di Indonesia. Saya hanya bisa menghela nafas. Prinsip nihilis itu pula yang melatarbelakangi pemilihan nama Grunge Is Dead. Adalah Kurt Cobain yang selalu menjadi ironis dan satir, saat dirinya menjadi seorang mega-bintang dan merupakan produk komodifikasi dirinya sendiri, ia kerap memakai kaus bertuliskan: Grunge is Dead. Atau ketika dirinya adalah sorotan media massa paling popular, ia mengkritik media massa sebagai “corporate rock magazines still suck”. Sikap nihilis itu menjadi pengaruh kuat yang melatarbelakangi proses kreatif saat komunitas Purna justru jatuh hati terhadap grunge dan bahkan mengubah hidup mereka, tapi mereka menyampaikan sisi yang paradoks: grunge telah mati, grunge is dead. Sikap-sikap nihilis yang dianut oleh Kurt tampak menjadi pengaruh kuat bagi para pecinta mereka, termasuk sekumpulan orang di skena Purna ini. Saat pada periode itu, misal, musik punk dengan angkuh meneriakkan “Punk not dead” namun komunitas grunge justru sebaliknya. Inilah tipikal komunitas grunge Purna, mereka tak pernah peduli pada satu macam ideologi politis apapun, karena bagi mereka sikap-sikap apatis dan nihilis itulah yang mungkin menjadi pilihan politis mereka. Lagu pertama dalam kompilasi ini dibuka oleh Jekpot dengan lagu berjudul “Irritated”. Musik rock yang kotor dan distortif (grunge banget!) mengingatkan saya akan pola-pola bermusik dari Nirvana dan TAD. Lagu kedua yaitu Piggish dengan lagunya “Hands Off”. Ada cerita menarik dibalik terpilihnya Piggish sebagai band pengisi kompilasi ini. Piggish menyisihkan Cupumanik, karena menurut panitia Piggish dianggap lebih baik meski musik mereka sama-sama kental aroma Pearl jam-nya. Uniknya, ketika Piggish sekarang menguap entah kemana, Cupumanik kini masih konsisten bermain musik bahkan beberapa waktu lalu tampil di Kanada. Lagu ketiga dalam kompilasi ini yaitu Nicfit dengan lagu “Skulk”. Lewat lagu “Skulk”, Nicfit menyajikan musik white-noise yang solid, lewat derau yang dikeluarkan dari efek gitar feedback, berisik, distorsi, dan kotor. Nicfit merupakan favorit saya dalam album kompilasi ini. Performa yang menawan dari mereka bahkan membuat sang begawan musik David Tarigan menyebut musik Nicfit sebagai “Bandung white-noise”. Secara keseluruhan para pengisi dalam kompilasi ini adalah epigon: Been A Son (Nirvana dan Hole), The Siva (Soundgarden dan Smashing Pumpkins), Cereal Fever (Nirvana), Torek (Nirvana), Slum (Nirvana), Junk Head (Alice In Chains), Solar (Nirvana dan sedikit eksperimentalnya Radiohead), Plump (Alice In Chains dan Nirvana), dan WB (Foo Fighters dan Nirvana). Kompilasi Grunge Is Dead merupakan kompilasi musik grunge lokal terbaik yang pernah saya dengarkan yang tepat menangkap euforia musik grunge pada zamannya. Banyak band yang tak dimasukkan ke dalam album kompilasi ini, di antaranya Pink Pearl, Coin, dan Sugar Kane. Tidak masuknya mereka di antaranya karena keterlambatan deadline, padahal sebagian dari mereka adalah anak Purna. Selepas itu skena Purna memang tidak pernah membuat gigs musik grunge kembali. Mereka sempat membuat sebuah kompilasi yaitu Live The Session (1999) yang berisikan Nicfit, Suffrage, Koil, Blend Edges, Superdrugs, Stahn, Strike Off, Dislaw, Nought-27, Sugar Kane, dan Water Broke. Setelah itu tak ada lagi cerita baru dari mereka. Akhir Cerita Menjelang memasuki abad millenium, tepatnya pada tahun 2003, skena Purna pun mulai tercerai berai. Alasan paling masuk akal adalah rumah Feri yang juga basis skena Purna ini bernaung telah dijual dan akan dijadikan sebuah mall yang kini menjadi mall barang elektronik. Selain itu ketergantungan para anak muda yang nongkrong di Purna terhadap zat adiktif semakin mengkhawatirkan. Bahkan salah seorang personil WB dan Cereal Fever, Zam Zam meninggal akibat efek berkepanjangan dari zat yang satu itu. Saya sempat heran kenapa “alumnus” dari kompilasi Grunge Is Dead ini tidak ada yang naik daun ke industri musik Indonesia saat musik alternatif berada di puncak dan hype di mana-mana. Torek sempat bakal dirilis major label, namun gagal. Saya berasumsi perilaku nihilis dalam diri di komunitas Purna, setelah ketergantungan yang amat akut terhadap narkoba, membuat banyak band-band skena Purna tidak bertahan lama, bongkar pasang personil, inkonsistensi, dan sarat konflik. Problem mental yang labil akibat narkoba adalah salah satu diantaranya. Hanya Nicfit dan Waterbroke yang bertahan, itupun mereka sangat obscure dan jarang tampil. Meski kini tongkrongan Purna telah bubar namun individu-individu yang hidup dan merayakan kebabasannya lewat musik grunge saya pikir mereka masih tetap hidup dalam idealismenya masing-masing. Salah satu hal yang pasti kompilasi Grunge Is Dead adalah bukti dari semua cerita itu. Sumber Artikel : http://www.jakartabeat.net/musik/kanal-musik/ulasan/item/668-grunge-is-dead-tentang-skena-grunge-bandung.html?tmpl=component&print=1

Grunge is Dead, Buku yang Sangat Luar Biasa!

Andy Wood, dengan proyek Mother Love Bone-nya bersama Stone Gossard dan Jeff Ament yang di kemudian hari akan membentuk Pearl Jam, adalah percikan pertama gelombang Seattle sound yang mulai membesar di akhir ‘80an. Percikan pertama dalam definisi major label tentunya, yang jauh dari definisi ‘orisinil’ ala The Melvins atau Mudhoney yang nantinya jadi kiblat Nirvana dan akhirnya menjadi ‘definisi resmi’ dari grunge. Proyek itu kandas di tengah jalan, tentu saja. Karena Andy keburu meninggal akibat gangguan pernafasan yang diduga kuat terkait kebiasaan buruknya mengkonsumsi heroin. Adalah Soundgarden yang jadi pembuka pintu bagi grunge. Louder Than Love, yang aslinya berjudul Louder Than S*%t (beberapa sumber malah menyebutkan Louder Than F*%k), adalah karya pertama mereka dibawah major label, setelah dua album sebelumnya diluncurkan melalui salah satu indie label paling terkenal di dunia, Sub Pop. Namun secara komersial, Alice in Chains-lah yang jadi raja pertama grunge. Facelift, album pertama mereka, menjadi album pertama dari generasi grunge yang terjual 1 juta kopi! Kenyataan yang sangat menyakitkan bagi semua perintis grunge, karena sound Alice in Chains tidak mengandung unsur punk sedikitpun, melainkan metal dan hard rock, dua jenis musik yang sebenarnya dibenci oleh The Melvins serta Mudhoney. Kebencian itu semakin meninggi karena Alice in Chains mengelilingi dirinya dengan cewek-cewek cantik nan seksi, khas band-band metal industrialis lainnya! Meski, tentu saja, Layne Staley tidak pernah menyentuh satupun, mengingat dia luar biasa pemalu dan minat utamanya adalah heroin, bukan tubuh molek para groupies. Dan kemudian datanglah Nirvana… Smells Like Teen Spirit meledak bahkan sebelum single-nya diluncurkan. Ketika akhirnya Nevermind, album kedua Nirvana yang dirilis dibawah major label Geffen, setelah Sub Pop menjual hak manajemen mereka ke label yang disaat bersamaan sedang menangani Guns n’ Roses ini, lahir ke muka bumi, maka wajah musik rock, juga musik pop, berubah! Selama dua tahun penuh, Nirvana menghantam dunia seperti badai! Begitu kerasnya badai bernama Nirvana, sampai-sampai Michael Jackson terlempar dari singgasana penjualan album pop dunia. Nevermind bercokol gagah disana selama beberapa waktu, dan sukses menjadikan Seattle sebagai kota penting dalam sejarah musik rock dunia. Hingga kemudian Pearl Jam berkibar dan mengambil alih semuanya… Ten, album pertama Pearl Jam yang dirilis dalam periode waktu yang sama dengan Nevermind, ternyata adalah album bermesin diesel. Penjualannya tidak meledak dalam waktu singkat seperti Nevermind, namun terus berlari kencang dan stabil sepanjang waktu, hingga hari ini. Pendekatan bisnis yang luar biasa fokus dari Jeff Ament dan Stone Gossard menjadikan Pearl Jam sebagai band rock dengan prosedur konser yang sangat menakjubkan. Tidak ada omong kosong soal rock star, pesta drugs maupun seks di belakang panggung. Bagi mereka, semua adalah tentang musik dan fans. Bahkan Mark Arm yang semula menuding mereka sebagai band industrialis yang sama sekali tidak berbau grunge, karena tidak memiliki unsur punk, pun akhirnya mengakui. “Pada akhirnya, diantara semuanya, Pearl Jam-lah yang paling punk! Merekalah satu-satunya band yang benar-benar berani dan bisa mengatakan: “F*%k! Kami tidak mau melakukannya!” pada major label,” demikian ujarnya. Ini, tentu saja, merujuk pada keputusan Pearl Jam menolak peluncuran Black sebagai single, sekaligus penolakan terhadap pembuatan video clip-nya, dan perang terhadap monopoli Ticketmaster yang cara berbisnisnya merugikan fans. Di tahun 1994 dunia menyaksikan betapa Seattle dengan telak mengalahkan Liverpool sebagai pusat semesta musik rock sepanjang masa. Pada tahun itu, 4 band asal Seattle bergantian duduk di singgasana penjualan album dunia: Alice in Chains, Nirvana, Soundgarden, dan Pearl Jam! Semua begitu indah. Begitu sempurna. Bagi Seattle maupun panggung rock n’ roll dunia… Sampai kemudian Kurt Cobain ditemukan bunuh diri di rumahnya. Disusul dengan berhentinya mesin suara bernama Soundgarden. Lahirnya poser-poser murahan, gerombolan musisi yang mencontek musik Seattle, yang disebut Eddie Vedder sebagai pseudo-Seattle. Hingga kematian Layne Staley akibat over dosis heroin. Semua kehilangan menyakitkan itu seolah menjadi lonceng kematian bagi musik Seattle, yang selama separuh dekade telah tanpa tanding menguasai dunia. Ya, grunge sudah mati… Dan semua cerita ini, semua kehebatan, kepedihan, kejayaan, dan kehancuran musik Seattle, terangkum dengan indah dan menggetarkan hati dalam sebuah buku terbitan 2009 yang berjudul Grunge is Dead: The Oral History of Seattle Rock Music. Buku setebal 481 halaman yang disusun oleh jurnalis rock bernama Greg Prato melalui tak kurang dari 130 wawancara dalam rentang waktu 3 tahun. Dan jika kamu penggemar grunge, maka kamu akan temukan semua nama yang bertanggung jawab terhadap lahirnya grunge di dunia, dalam buku ini. Buang semua majalah dan omong kosong media yang selama ini telah kamu percayai sepenuh hati! Karena di buku ini kamu akan menemui kebenaran tentang grunge, yang tidak kamu ketahui sebelumnya… andy Wood, dengan proyek Mother Love Bone-nya bersama Stone Gossard dan Jeff Ament yang di kemudian hari akan membentuk Pearl Jam, adalah percikan pertama gelombang Seattle sound yang mulai membesar di akhir ‘80an. Percikan pertama dalam definisi major label tentunya, yang jauh dari definisi ‘orisinil’ ala The Melvins atau Mudhoney yang nantinya jadi kiblat Nirvana dan akhirnya menjadi ‘definisi resmi’ dari grunge. Proyek itu kandas di tengah jalan, tentu saja. Karena Andy keburu meninggal akibat gangguan pernafasan yang diduga kuat terkait kebiasaan buruknya mengkonsumsi heroin. Adalah Soundgarden yang jadi pembuka pintu bagi grunge. Louder Than Love, yang aslinya berjudul Louder Than S*%t (beberapa sumber malah menyebutkan Louder Than F*%k), adalah karya pertama mereka dibawah major label, setelah dua album sebelumnya diluncurkan melalui salah satu indie label paling terkenal di dunia, Sub Pop. Namun secara komersial, Alice in Chains-lah yang jadi raja pertama grunge. Facelift, album pertama mereka, menjadi album pertama dari generasi grunge yang terjual 1 juta kopi! Kenyataan yang sangat menyakitkan bagi semua perintis grunge, karena sound Alice in Chains tidak mengandung unsur punk sedikitpun, melainkan metal dan hard rock, dua jenis musik yang sebenarnya dibenci oleh The Melvins serta Mudhoney. Kebencian itu semakin meninggi karena Alice in Chains mengelilingi dirinya dengan cewek-cewek cantik nan seksi, khas band-band metal industrialis lainnya! Meski, tentu saja, Layne Staley tidak pernah menyentuh satupun, mengingat dia luar biasa pemalu dan minat utamanya adalah heroin, bukan tubuh molek para groupies. Dan kemudian datanglah Nirvana… Smells Like Teen Spirit meledak bahkan sebelum single-nya diluncurkan. Ketika akhirnya Nevermind, album kedua Nirvana yang dirilis dibawah major label Geffen, setelah Sub Pop menjual hak manajemen mereka ke label yang disaat bersamaan sedang menangani Guns n’ Roses ini, lahir ke muka bumi, maka wajah musik rock, juga musik pop, berubah! Selama dua tahun penuh, Nirvana menghantam dunia seperti badai! Begitu kerasnya badai bernama Nirvana, sampai-sampai Michael Jackson terlempar dari singgasana penjualan album pop dunia. Nevermind bercokol gagah disana selama beberapa waktu, dan sukses menjadikan Seattle sebagai kota penting dalam sejarah musik rock dunia. Hingga kemudian Pearl Jam berkibar dan mengambil alih semuanya… Ten, album pertama Pearl Jam yang dirilis dalam periode waktu yang sama dengan Nevermind, ternyata adalah album bermesin diesel. Penjualannya tidak meledak dalam waktu singkat seperti Nevermind, namun terus berlari kencang dan stabil sepanjang waktu, hingga hari ini. Pendekatan bisnis yang luar biasa fokus dari Jeff Ament dan Stone Gossard menjadikan Pearl Jam sebagai band rock dengan prosedur konser yang sangat menakjubkan. Tidak ada omong kosong soal rock star, pesta drugs maupun seks di belakang panggung. Bagi mereka, semua adalah tentang musik dan fans. Bahkan Mark Arm yang semula menuding mereka sebagai band industrialis yang sama sekali tidak berbau grunge, karena tidak memiliki unsur punk, pun akhirnya mengakui. “Pada akhirnya, diantara semuanya, Pearl Jam-lah yang paling punk! Merekalah satu-satunya band yang benar-benar berani dan bisa mengatakan: “F*%k! Kami tidak mau melakukannya!” pada major label,” demikian ujarnya. Ini, tentu saja, merujuk pada keputusan Pearl Jam menolak peluncuran Black sebagai single, sekaligus penolakan terhadap pembuatan video clip-nya, dan perang terhadap monopoli Ticketmaster yang cara berbisnisnya merugikan fans. Di tahun 1994 dunia menyaksikan betapa Seattle dengan telak mengalahkan Liverpool sebagai pusat semesta musik rock sepanjang masa. Pada tahun itu, 4 band asal Seattle bergantian duduk di singgasana penjualan album dunia: Alice in Chains, Nirvana, Soundgarden, dan Pearl Jam! Semua begitu indah. Begitu sempurna. Bagi Seattle maupun panggung rock n’ roll dunia… Sampai kemudian Kurt Cobain ditemukan bunuh diri di rumahnya. Disusul dengan berhentinya mesin suara bernama Soundgarden. Lahirnya poser-poser murahan, gerombolan musisi yang mencontek musik Seattle, yang disebut Eddie Vedder sebagai pseudo-Seattle. Hingga kematian Layne Staley akibat over dosis heroin. Semua kehilangan menyakitkan itu seolah menjadi lonceng kematian bagi musik Seattle, yang selama separuh dekade telah tanpa tanding menguasai dunia. Ya, grunge sudah mati… Dan semua cerita ini, semua kehebatan, kepedihan, kejayaan, dan kehancuran musik Seattle, terangkum dengan indah dan menggetarkan hati dalam sebuah buku terbitan 2009 yang berjudul Grunge is Dead: The Oral History of Seattle Rock Music. Buku setebal 481 halaman yang disusun oleh jurnalis rock bernama Greg Prato melalui tak kurang dari 130 wawancara dalam rentang waktu 3 tahun. Dan jika kamu penggemar grunge, maka kamu akan temukan semua nama yang bertanggung jawab terhadap lahirnya grunge di dunia, dalam buku ini. Buang semua majalah dan omong kosong media yang selama ini telah kamu percayai sepenuh hati! Karena di buku ini kamu akan menemui kebenaran tentang grunge, yang tidak kamu ketahui sebelumnya… sumber:http://media.kompasiana.com/buku/2011/07/17/grunge-is-dead-buku-yang-sangat-luar-biasa-381471.html#comment

Sample Text

Text Widget

Recent Posts

Download

Blogger templates

Search

Diberdayakan oleh Blogger.

Beranda

Followers

 

Grunge Pekalongan Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger